-->

Ilmuwan Peroleh Alat Batasi Pertumbuhan Nyamuk DBD

 

Ilmuwan Peroleh Alat Batasi Pertumbuhan Nyamuk DBD

University of California telah sukses memakai CRISPR-Cas9, alat yang ampuh untuk merubah sekuens DNA dan memodifikasi fungsi gen, untuk mengurangi ukuran tubuh nyamuk.

Hari ini tercatat telah ada 23 warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang meninggal sebab terkena penyakit demam berdarah dengue (DBD). Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat jumlah hal yang demikian terhitung mulai 1 Januari 2019 sampai Senin (28/1/2019).

DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk. Munculnya nyamuk yang meyebarkan virus DBD itu sangat tergantung dengan lingkungan. Di sebagian wilayah Indonesia, termasuk NTT sedang mengalami musim hujan, kemungkinan besar nyamuk akan berkembang biak dengan kencang.

Hakekatnya untuk mencegah penyebaran virus dan munculnya nyamuk ini para ilmuwan sudah menemukan beberapa langkah. Untuk dapat bereproduksi dan menjadi pembawa penyakit yang tepat sasaran, nyamuk patut secara khusus dahulu menempuh ukuran tubuh dan mempunyai gizi yang optimal.

Oleh sebab itu, peneliti dari University of California telah sukses mengaplikasikan CRISPR-Cas9, alat yang ampuh untuk merubah sekuens DNA dan memodifikasi fungsi gen, untuk mengurangi ukuran tubuh nyamuk.

Para peneliti sukses menunda perkembangan nyamuk, memperpendek umur, memperlambat perkembangan telor, dan mengurangi akumulasi lemak binatang ini. Alexander Raikhel dan Lin Ling, penulis penelitian menggunakan CRISPR-Cas9 untuk mengganggu reseptor serotonin Aa5HT2B pada nyamuk Aedes aegypti, vektor demam berdarah, demam kuning, dan virus Zika.

\"Aa5HT2B memegang peptida seperti insulin. Kami sanggup membongkar peran berbeda yang dimainkan peptida ini dalam membatasi ukuran dan metabolisme tubuh, dan mengganggu gen yang terkait dengan reseptor ini,\" kata Raikhel.

Rakhel dan Ling membongkar jalur molekul kunci yang menentukan ukuran dan metabolisme tubuh nyamuk. \"Nyamuk berukuran kecil dengan sumber tenaga lemak berkurang matang kemudian dan hidup lebih pendek dari nyamuk yang tak dimodifikasi.

Jadi, nyamuk rekayasa genetis ini memiliki kapasitas reproduksi rendah dan kemampuan untuk menularkan patogen penyakit. Ciri-ciri nyamuk mutan CRISR-Cas9 ini dapat dieksploitasi untuk mengembangkan pendekatan pembatasan nyamuk baru,\" tambah Rakhel.

Pada Agustus 2018 lalu, para ilmuwan mempresentasikan penelitian mereka di Pertemuan Nasional ke-256 dan Pameran American Chemical Society (ACS). Para peneliti menemukan senyawa alami yang efektif dalam mengusir nyamuk dengan efek samping lingkungan yang berpotensi lebih sedikit daripada penolak yang sebelumnya.

\"Penolak baru kami didasarkan pada bagaimana alam sudah berprofesi. Contohnya, sereh, pembasmi spasial yang berasal dari serai, mengandung minyak esensial natural yang telah diterapkan selama berabad-abad untuk mengusir nyamuk. Melainkan sereh tidak bendung lama dan gampang dihancurkan.

Penangkal spasial generasi baru kami ialah variasi produk alami yang tahan lama dan mempunyai daya tolak yang lebih besar,\" kata Joel R. Coats yang terlibat dalam penelitian. Coats dan dua mahasiswa pascasarjana James S. Klimavicz dan Caleb L. Corona di Iowa State University di Ames telah mensintesis dan menguji ratusan senyawa terhadap nyamuk.

Mereka tahu bahwa sesquiterpenoid, yang ditemukan di banyak tanaman, yakni penolak serangga yang tepat sasaran, melainkan molekul besar ini susah diisolasi dari tanaman dan susah dibuat dan dimurnikan di lab. Sebab tantangan mensintesis seskuiterpenoid, regu Coats mendesain penolaknya memakai molekul yang lebih kecil, lebih kompleks, dan mudah diperoleh, yakni monoterpenoid dan alkohol fenilpropanoid dengan kesibukan penolak jangka pendek yang dikenal terhadap serangga.

Dengan memodifikasi senyawa-senyawa ini secara kimia, mereka menciptakan penolak potensial baru dengan muatan molekul lebih tinggi, menjadikannya lebih tidak mudah menguap dan tahan lama. Dengan metode ini, para peneliti menguji senyawa mereka dengan Aedes aegypti, nyamuk demam kuning yang juga diketahui menularkan virus Zika dan demam berdarah serta Anopheles gambiae, yang menularkan malaria.

\"Kami pikir mekanisme penolak berbasis terpene kami, yang mencoba meniru apa yang dilaksanakan alam, berbeda dari piretroid, yang mana banyak spesies nyamuk menjadi resisten terhadapnya. Kami percaya bahwa penolak spasial 'next-gen' ini adalah alat baru yang bisa memberikan perlindungan tambahan kepada nyamuk di pelataran, taman, perkemahan, kandang kuda, dan fasilitas ternak. Langkah berikutnya ialah memahami lebih tepat bagaimana penolak secara biologis mempengaruhi nyamuk,\" kata Coats seperti diinformasikan Scienccedaily.

Contact

Name

Email *

Message *